Berita Pilihan
PROBLEM NAGARI
Minggu, 01 Mar 2020, 21:37:16 WIB - 392 | ALI ZARMAN
Ada hal menarik yang disampaikan Mendagri Bpk Tito Karnavian yang menyebutkan jika Kepala Desa salah mengelola dana desa maka luruskan dengan pembinaan bukan dengan penegakan hukum, kecuali kalau uang desa digunakan untuk keperluan pribadi seperti beli mobil dan bangun rumah.
Pernyataan mantan Kapolri tersebut patut disimak jika dikaitkan dengan kondisi riil nagari terutama dari jumlah SDM yang sangat terbatas, baik dari sisi jumlah maupun kompetensi aparat nagari.
Rata-rata jumlah perangkat nagari tidak lebih dari 10 orang yang menangani banyak bidang yang mesti diselesaikan dengan sempurna, bandingkan dengan kabupaten Pessel dengan jumlah 12 ribu orang menuntaskan tugas dari perencanaan, pengganggaran, pelaksanaan, evaluasi dan pengawasan sama seperti yang dikerjakan nagari.
Tentu, dengan ketimpangan yang kentara nagari agak keteteran dalam mengelola banyak bidang, seperti bidang pemerintahan yang mengelola dan mengurus seluruh urusan pemerintahan ditingkat nagari, urusan bidang pembangunan, seluruh kewenangan lokal yang menjadi milik nagari dikelola oleh perangkat nagari yang terbatas.
Pada sisi lain nagari juga diharapkan intens untuk membina kehidupan dinagari, seperti remaja, sosial budaya, agama dan tata akhlak yang baik, bersandar pada kearifan lokal. Belum lagi beban pemberdayaan yang menjadi isu sentral dari lahirnya UU Desa yang memang konsens untuk menaikan taraf hidup rakyat dinagari.
Tapi persoalanya dengan aparatus nagari yang minim baik dari sisi jumlah maupun kompetensi rasanya terlalu besar harapan kita pada nagari untuk bisa bekerja paripurna.
Bahkan lembaga diatas, mulai dari Kabupaten, Provinsi bahkan kementerian dan lembaga non kementerian juga punya peran penting dalam pembinaan nagari.
Katakanlah, LKPP yang baru saja mengeluarkan Peraturan LKPP 19 Tahun 2019 tentang Pengadaan Barang dan Jasa di Desa.
Makin ribet urusan nagari, disatu sisi mereka mesti ahli disegala bidang, sementara secara faktual aparatur nagari atau perangkat nagari punya keterbatasan.
Disinilah kita mesti kembali menengok kebelakang, kesamping dan keatas sehingga pemahaman yang utuh tentang eksistensi nagari betul-betul berangkat dari keinginan besar kita untuk membangun kehidupan yang lebih baik untuk rakyat terdepan.
Sinyalemen Mendagri diatas perlu dikunyah-kunyah dengan nalar baik, bahwa bernagari adalah sesungguhnya membangun sistem pemerintahan berbasis pemberdayaan, gotong royong dan kearifan lokal.
Rasanya, kalau ada walinagari yang kemudian kaya dengan menilep uang nagari maka terlalu, terlalu dan terlalu. Karena semua program dan kegiatan nagari sudah di patrol sedemikian ketat dan by name by adress, sulit rasanya bernafas, apalagi untuk menghirup udara sebebas-bebasnya.
Siskeudes turut memantau bagaimana realisasi dana nagari, bahkan hingga bagaimana pajak dipantau penyetorannya.
Pemerintah melalui Kemendes, PDT, Tranmigrasi juga menurunkan mata-mata yang bernama Pendamping Desa, Pendamping Lokal Desa dan Tenaga Ahli yang turut mengawasi pemanfaatan dana nagari.
Jika masih ada yang kemudian main-main dana nagari maka betul-betul seorang yang lihai, dan punya urat takut yang sudah pupus.
STATISTIK PENGUJUNG
4 Pengunjung Hari ini | 4 Pengunjung Kemarin | 25,669 Semua Pengunjung | 57,987 Total Kunjungan | 3.141.24.134, IP Address Anda